On People's Influence

June 19, 2016

Source : [x]
Saya ini anaknya gampang terpengaruh. Gampaaaang sekali. Like the easiest thing to do to me is to influence me (aside from making me happy, that's also easy).

Mau beli buku, liat review di Goodreads dan ada yang ngasih rating 1 plus review ini itu, saya langsung naro balik bukunya ke rak.

Suka banget sama Cheese in the Trap, gara-gara sekeliling saya banyakan yang pro Sunbae saya gak nerusin nontonnya (the ending sucks, they said).

Looking at some beautifully taken and instagrammable photos on my feed by several people, I refrain myself from posting photos because for me, mine was not share-able enough.

Jaman kuliah dulu yang paling parah, saya pernah nggak ada masalah sama orang tapi jadi ikutan sebel karena kata temen saya si orang itu nyebelin banget.

Yes, it was that bad.

The same thing also happened in the office. Waktu dua orang teman saya resign di bulan yang sama, I think a lot about resigning. Dua teman saya itu adalah orang-orang yang rame banget di kantor, dan saya nggak yakin kalau saya bisa tetap ada di kantor tanpa mereka (because that means bigger responsibility).

Another thing is that resigning is such a hot topic in the office. We get along well, but we didn't get along so much with the workload. Saya tau ada saatnya orang-orang yang sudah jadi tim yang asik selama hampir setahun ini akan resign dan jalan masing-masing. Saya sendiri, awalnya, punya target ini itu soal kerja dan kuliah dan mungkin having a business to make my dream of having a home office came true. Tapi setelah dengar target resign orang-orang, yang saya pikirkan adalah kapan saya akan resign karena saya nggak mau merasa ditinggal sama orang-orang yang menyenangkan ini.

Hal lainnya adalah, saya jadi ikutan sebel, ikutan nggak suka sama seseorang cuma karena teman saya nggak suka sama orang itu. Padahal, saya nggak merasa ada masalah sama orang itu. I do think she has her own judgement and priority, things we don't see on the surfaces.

Overtime, I realize, that I might not living my life to the fullest because of that. Gampaaaaang banget kepengaruh sama orang lain dan menjadikan standar bagusnya orang lain jadi semacam patokan untuk bagusnya saya. Di saat yang sama, teman-teman yang ada di sekeliling saya adalah orang yang emang artistik, a very good observer who always have good stories to tell, dan yang emang oke aja gitu (menurut saya). Jadi after being an easy prey to be influenced (even when people didn't mean to) kemudian saya jadi insecure. Do I really deserve to be friend with them, mereka tuh oke banget, pasti orang ngeliatnya gue si penggembira doang.

Dari situ saya sadar, I can't let myself defined by others. Bukannya saya nggak terima dinilai orang, tapi jangan sampai saya menilai diri saya sendiri berdasarkan standar yang saya lihat di orang lain. Bukannya orang lain nggak boleh punya pendapat, tapi saya harus menghargai pendapat saya sendiri tentang sesuatu.

Kenyataannya, in Goodreads, I rate an average book as a 5 stars and it was my favorite book of all time, on the other hand, I rate a 4-point-something book a 1 star because it wasn't my kind of story.

After a short chat with a friend, saya inget saya nonton Cheese in the Trap karena suka sama ceritanya, sama karakternya, sama baju-bajunya Hong Seol, sama EunTaek dan Bora and what gets me the most is the friendship between Baek In Ho and Hong Seol (was he a bad guy? The story is kind of complicated), not so much the love story between the main lead (though I enjoyed that too, but more on a neutral ground).

The thing about having a social media is to share what I need to share, bukan yang bagus atau yang pamer atau yang pretentious. And so does other people, yang beda adalah definisi what they need to share-nya. I can define it myself and I don't need to be defined or defining other people.

Dan yang terakhir, saya punya mimpi saya sendiri, punya level toleransi sendiri, punya cara sendiri untuk menghadapi orang lain. Kalau yang diomongin orang lain adalah kapan mereka mau resign karena nggak tahan dengan kondisi kantor, yang saya harus pikirkan adalah gimana caranya to squeeze out all the lesson before moving on to the next stage, whether going to graduate school or managing my own thing. Kalau ada seseorang yang jadi common enemy, bukan berarti saya juga harus ikutan. I seriously need to see good in people. I need to save myself from hating too much and that seriously worth it.

Ngebahas ini, saya jadi inget ada yang pernah bilang kalau kita harusnya banyak menghabiskan waktu sama orang-orang yang vibes-nya positif. Yang optimis, yang punya banyak ide, or simply those who have good thoughts. Sama orang-orang yang menghargai pendapat orang lain dan firmly stand on their own opinion. Orang-orang yang bisa bikin saya less criticizing myself about having different preference with others and be happy, confident, and comfortable of my own opinion.

Cheers for a more optimistic, worry free, less overthinking life ahead :)

You Might Also Like

0 comments

Blog Archive