GOING SINGAPORE #5 : WELCOME TO SINGAPORE!

June 14, 2014

hi! It's been a while.

Welcome to Singapore!

Saya mendarat di Singapura sekitar jam 9 pagi hasil dari flight jam 05.30 WIB. Meskipun kurang tidur sejak hari Senin, saya dan Dhila turun dari pesawat dengan bahagia : 'Hey! This is our very first journey abroad!'.

Tujuan pertama kami adalah beli Singapore Tourist Pass. Sebetulnya, STP ini bisa dibeli di Changi dan di beberapa stasiun MRT, tapi pas kami ke information center, mbak-mbaknya bilang kebetulan banget tempat jual STP di Changi tutup hari itu. Dia bilang kalo mau beli, kami bisa ke MRT Orchard atau City Hall. Karena kebetulan kami mau redeem voucher Singapore Flyer di Lucky Plaza, jadi kami langsung naik bus dari bandara ke Orchard road.

bagus ya, kartunya... diambil buat suvernir boleh, tapi kalo dibalikin dapet SGD10
Sejujurnya, saya nggak pernah googling (ataupun kalau pernah kayanya udah lupa) soal orchard road, jadi saya nggak punya bayangan sama sekali bakal kayak apa bentuknya jalan penuh mall yang terkenal itu. Plus, I wasn't there for the pleasure of shopping, I was there for it's public transportation. Jadi, setelah terlena naik bus full AC yang kalo mau turun harus pencet bel dulu (yes I was that excited), saya pusing begitu disuruh turun di Orchard Road.


Kami memang turun di Orchard Road, tapi di paling ujung. Di halte bus YMCA, deket stasiun MRT Dhoby Gaut. Sementara Lucky Plaza dan stasiun MRT Orchard yang kami tuju ada di ujung yang satunya.

baru tau sekarang jaraknya 1.7 km. pantesyaaaaaaan
Singapura itu panas bos; secantik-cantiknya SOTA, sesepi-sepinya jalan raya, menyusuri Orchard Road dari ujung yang satu ke ujung yang lain dengan bawa tas sekitar 5kg sendiri sih bikin pengen naik bus balik lagi ke Changi terus muter-muter di sana aja naik skytrain. Tapi akhirnya, karena harus redeem voucher, harus beli STP, dan harus ke hostel untuk nyimpen tas, kami jalan ke lucky plaza berbekal googlemaps.

Udah lama, berat, dan panas, nggak nyampe-nyampe juga. Udah melototin semua plang jalan, nggak ketemu-ketemu juga Bideford Road nya, akhirnya kami nemu Singapore Visitors Center. Masuk kesana, kami dikasitau jalan ke Lucky Plaza, underpass ke MRT Orchard (biar nggak panas-panasan) untuk beli STP, dan dikasih peta. Langsung jalan lagi ke Lucky Plaza untuk redeem voucher (dan nemu toko oleh-oleh) lanjut masuk ke underpass untuk sampai di MRT Orchard.

Beli Singapore Tourist Pass nggak sulit, kok. Begitu sampai di MRT Orchard (jangan keterusan masuk ke mall ya) cari kantor Citibank. Di depan kantor Citibank itu ada Ticket Office yang jual STP dan bisa top up EZ Card. Kita tinggal ngantri dan siapin uang SGD 30 (SGD20 harga tiketnya, SGD 10 untuk deposit) nanti mbak-mbaknya akan jelasin kegunaan kartunya, plus tanggal berapa masa berlaku kartunya akan habis. Kalo nggak ngerti tanya aja, nggak semua orang selalu ngomong Inggris, kok. Kalo tampang-tampang Indonesia palingan langsung diajak ngomong Bahasa.

Just in case yang jual STP di Changi tutup lagi, daftar ticket office yang jual STP bisa di lihat di sini

Staying in Hostel

Setelah beli STP, saya dan Dhila langsung naik bus ke hostel yang sudah kami book di Little India. Kami menginap di hostel ini karena reviewnya lumayan bagus dan rate nya nggak semahal yang lainnya. Setelah check-in dan bayar (karena booking langsung nggak via website booking, kami bayar cash di tempat), kami dikasih kartu untuk masuk ke kamar dan dijelasin lokasi pantry, dan kamar mandi.

Kamar kami adalah 8 bed female dorm. Kamarnya kecil, dan agak-agak awkward pas masuknya karena kami belum pernah sharing dorm sebelumnya. Yang penting bersih dan nyaman dipake tidur (karena emang fungsinya cuma numpang tidur), plus dikasih sarapan pagi-pagi. I'm a happy camper.

Untuk cari review hostel dan ngebandingin harga bookingnya, saya buka dua website ini : hostelworld.com, dan hostelbookers.com. Yang saya lihat waktu milih hostel adalah lokasinya, free breakfast, dan ada female dorm atau tidak. Kalau masih belum puas sama infonya, bisa juga googling nama hostel yang sudah dipilih, siapa tau nanti nemu website dan email resminya. Waktu itu, sebelum berangkat saya tanya beberapa hal :
1. makanan halal di hostel dan di sekitar hostel
2. toiletries
3. apakah hostelnya mau nyimpen koper setelah kita check out
Nomer 3 ini penting karena waktu check out biasanya adalah sebelum jam 11, sementara flight saya waktu itu jam setengah 6 pagi di hari keempat. Dengan nitip tas, saya bisa jalan-jalan sampai jam 10 malam setelah checkout dan langsung ke bandara naik MRT terakhir.

An Impromptu Journey

Have I told you that I already made a long-complete-overwhelming list of itinerary? Congratulation, none of my list happened in my 3-days journey. Tapi bukan berarti saya nggak senang. Traveling itu bikin saya jadi realistis. Saya pergi berdua sama Dhila; berarti sepanjang jalan akan ada diskusi dan dua personal target yang berbeda soal Going Singapore ini. Saya dan Dhila pergi ke tempat yang belum pernah kami datangi sebelumnya; berarti akan banyak celingukan bingung harus naik apa dan jalan ke arah mana.

Trust me, Singapore is very easy to navigate, tapi nggak semudah itu juga. Kalo di atas kertas, harusnya kami sudah sampai di Bishan untuk liat Bishan Public Library, sudah redeem voucher, sudah beli STP, sudah taro tas di hostel, sudah ke Singapore City Gallery, baru menyelesaikan makan di Maxwell Food Center dan sedang memilih untuk belok kiri ke Red Dot Design Museum atau belok kanan dulu ke Buddha Tooth Relic Temple.
Buddha Tooth Relic Temple
Kenyataannya, jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, saya dan Dhila baru turun di halte dekat Maxwell Food Center. Bishan nya udah didadah-dadahin dari tadi karena kejauhan dan itu sebenernya personal target saya aja sih untuk menjelajahi perpustakaan dan toko buku. Capek, kepanasan, dan kehausan, tapi super excited karena kami naik bus sendiri di kota yang kami nggak kenal, it was a simple achievement :). Tujuan pertama kami adalah Singapore City Gallery. Di sini, kita bisa lihat perkembangan dan rencana pembangunan Singapura secara detail dan interaktif. Both building and displays are pretty, it was worth a visit, plus, free entrance fee.



ini maket lohh uwaw!
Tambahannya, area sekitar Maxwell Road itu cantikkkk banget. Ini personal preference sih kayanya. But, really, these are pretty, right?


Setelah puas muter-muter Singapore City Gallery, kami menyeberang ke Red Dot Design Museum, a pretty red building yang ternyata... tutup kalo hari Rabu dan Kamis.

gajadi masuk. dari luar aja.
Kebetulan hari itu hari Rabu, jadi saya sama Dhila cuma bisa masuk ke depan concept store nya terus keluar lagi beli air mineral (harganya SGD1) di Maxwell Food Center. Kami diskusi sebentar soal kemana sebaiknya kami pergi dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke Henderson Waves aja mumpung udah sore dan cukup teduh.

Kami ke Henderson Waves naik bus dan begitu turun di haltenya mangap sendiri ngeliat tangga terjal ke atas bukit. Dhila akhirnya ngajak main sambil naik tangga, katanya biar nggak capek (that actually works. Contoh game yang paling simple nya main suit aja, yang menang jalan sekian langkah). Dan lebih mangap lagi saat sampai ke atas.

Henderson Waves is actually a beautifully made elevated pedestrian way. Nyeberangin jalan besar dan nyambungin trail jogging gitu. Dan bener deh, datanglah di sore hari karena pastinya sudah nggak panas, anginnya lumayan sejuk, dan pemandangannya kota dan alamnya worth a hike.

Kami nggak lama-lama di sini, duduk-duduk, foto-foto, lalu diskusi lagi mau ke mana kita setelah ini. Waktu itu sudah sekitar jam 6 sore dan kalau berdasarkan itinerary, harusnya kami strolling di Orchard Road. Masalahnya, none of us think that Orchard Road is really that appealing (kata Dhila, mungkin salah satu alasannya adalah karena barangnya mahal semua dan kami budget traveler), jadi, out of nowhere, kami memutuskan untuk pergi ke Clarke Quay.

Yang saya nggak tahu, Clarke Quay itu tempat gaul yang hip gitu. Bukan masalah bajunya, sih, I'm fine with my worn out running shoes, really. Masalahnya, saya belum makan sejak jam 3 pagi (setelah impulsively beli bakmi GM di bandara) dan saya lapar. Dhila juga. Jadi, dengan pedenya kami asal cari makanan halal di Clarke Quay, nemu restoran kebab, lalu langsung cabut ke Clarke Quay.


Setelah sampe, narsis-narsis di pinggir Singapore River, memuji public space nya yang memang bagus banget (!!!!), akhirnya kami jalan untuk cari si restoran kebab itu.

Yah, ternyata fine dining. Liat harganya aja sama kayak harga hostel semalem. Pingsan aja udah di Clarke Quay.

Dengan perut lapar, kami browsing internet lagi dan nemuin restoran fast food halal di The Central. Sama aja, sih, mahalnya, tapi kami dapat paket promo : 1 soft drink, 2 fried chicken, 1 chicken soup, 1 porsi nasi, dan 1 mash potatoes. Harganya SGD15. Mahal. Iya MAHAL PAKE BANGET. Karena nggak mau rugi, dan nggak sanggup ngabisin ayamnya, saya bawa pulang aja satu buat makan siang besoknya. Jadinya ada untungnya lah.

Setelah itu, nggak sanggup jalan lagi, kami langsung pulang. Even our breakfast-lunch-diner couldn't make a way for an ice cream treat. Padahal ada yang jualan tuh; the famous $1 ice cream.

Singapore is Beautiful

Setelah pulang, temen saya nanya : 'how's Singapore?' saya jawab : 'it was beautiful,' terus temen saya bales : 'Singapur mananya yang beautiful?'.

Tapi beneran deh, kesan pertama saya begitu sampai dan jalan-jalan hari pertama itu adalah Singapore is beautiful. Bisa jadi saya cuma datang di saat yang tepat ke Maxwell Road, ke Henderson Waves, dan ke Clarke Quay sampe bisa ngomong begitu. I was impressed by almost everything; the shopfronts in Chinatown, the wood deck in Henderson Waves, the colorful umbrella (?) in Clarke Quay, even the high-rise building I see from a far from Henderson Waves.

Or maybe I just happen to be easily happy from little things around me? Then, just that will do :).

See you on #6

You Might Also Like

0 comments

Blog Archive